HAKEKAT NILAI DAN MORAL SERTA SOSIALISASINYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

HAKEKAT NILAI DAN MORAL SERTA SOSIALISASINYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Oleh: Yoga Permana Wijaya

https://yogapermanawijaya.wordpress.com

Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya sendiri, karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, dimana aturan-aturan tersebut sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat. Sehingga manusia atau individu yang memiliki moral baik, dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah moral dalam bersosialisasi di kehidupan masyarakat mempunyai alasan pokok, yaitu salah satunya untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang terdapat dalam masyarakat, maka dimanapun ia hidup, ia tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Kita berharap bahwa individu yang mempunyai moral baik kemungkinan dapat mempengaruhi karakter moral masyarakat secara keseluruhan. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma, serta nilai-nilai dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila.

A. Nilai

Pengertian Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyek. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.

Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Alport mengidentifikasikan 6 nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yaitu: nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi. Hierarki nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu sampai dengan masyarakat terhadap suatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai material.

Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu:

  • Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indera yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak;
  • Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni: jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum;
  • Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni;
  • Nilai kerohanian yaitu nilai yang berkaitan dengan tingkatan modalitas dari yang suci.

Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:

  • Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial;
  • Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari baik disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi);
  • Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya;
  • Nilai sosial bersifat relative;
  • Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai;
  • Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain;
  • Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok;
  • Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan; dan
  • Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

Nilai Sosial dapat berfungsi:

  • Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan;
  • Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan;
  • Sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial;
  • Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.

Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-pepatah ini menunjukan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat. Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:

  • Tanggapan mengenai hakekat hidup, variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”;
  • Tanggapan mengenai hakikat karya, variasinya: ada orang yang menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi;
  • Tanggapan mengenai hakikat waktu, variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan;
  • Tanggapan mengenai hakikat alam, Variasinya: masyarakat Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu berada diatas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam;
  • Tanggapan mengenai hakikat manusia, variasi: masyarakat tradisional atau feodal memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata. Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan yang lain secara horizontal (sejajar).

Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.

B. Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.

Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Norma tersebut adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.

Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.

Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

C. Norma Sosial

Dikatakan bahwa nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial.

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.

Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.

Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

Tingkatan Norma Sosial

Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:

1. Cara (usage).

Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.

2. Kebiasaan (Folkways)

Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.

3. Tata kelakuan (Mores)

Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.

4. Adat istiadat (Custom)

Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Adat istiadat adalah kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.

Macam Norma Sosial

Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :

1. Norma agama

Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran terhadap norma ini dinamakan dosa. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.

2. Norma kesusilaan

Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.

 3. Norma kesopanan

Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat.

 4. Norma kebiasaan

Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.

5. Kode etik

Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.

D. Hubungan Antara Nilai Dengan Norma

Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Di wilayah pedesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin longgar.

Berbagai kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

E. Sosialisasi Nilai-Nilai Moral

Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang sekolah dan keadaan dalam masyarakat muncul karena beberapa alasan:

  1. penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar karena terjadinya diskoneksitas antara penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam masyarakat.
  2. sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga asal peserta didik, lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan seluruh masyarakat.
  3. adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan.

Program dalam dunia pendidikan formal akan “berhasil” jika didukung unsur-unsur sosial dalam masyarakat. Tanpa kerja sama dan dukungan antara sosial terkait, sosialisasi nilai-nilai moral sering mendapat kendala. Lembaga apa pun di masyarakat, entah milik pemerintah atau nonpemerintah, perlu mendukung perwujudan nilai-nilai moral yang disemai melalui dunia pendidikan formal. Perilaku yang korup, tak bertanggung jawab, dan manipulatif dengan sendirinya mengkhianati kaidah moral yang ingin diperkenalkan dunia pendidikan formal.

Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup:

  1. kebebasan dan otoritas: kebebasan memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak. Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan tanpa tanggung jawab mengundang pemegang roda pemerintahan dalam republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka. Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak;
  2. kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses membangun negara ini; Kedisiplinan rendah seperti Sampah bertebaran; para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan menggunakan “jam karet”; aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat.
  3. nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral dalam negara kita. Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik, peserta didik, dan seluruh masyarakat seharusnya memiliki hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani “liar” dan sesat. Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak bangsa. Penggelapan dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, “pembobolan” uang di bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup.

Ternyata bukan tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah kurikulum pendidikan formal yang terasa “mencekik”. Seorang pendidik bisa menanamkan nilai moral dalam sebuah kurikulum dengan beberapa kemungkinan sebagai berikut:

  1. terbuka peluang bagi pendidik untuk menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang pelajaran yang dipegang selama ini.
  2. pendidik bisa menyisipkan ajaran tentang nilai moral melalui mitos-mitos rakyat.
  3. kejelian/kreativitas pendidik menggali identitas nilai moral.

Jelas, penanaman nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat otonom, tetapi selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan formal. Lingkungan keluarga, pengusaha, RT, lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan (negeri, tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan menghidupi perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan sosialisasi nilai-nilai moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.

E. Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Susila

Pribadi manusia yang hidup bersama itu melakukan hubungan dan interaksi baik langsung maupun tidak langsung. Di dalam proses antar hubungan dan interaksi itu, tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing masing. Oleh karena itu keadaan yang cukup heterogen akan terjadi sebagai konsekuensi tindakan masing-masing pribadi.

Keadaan interpredensi kebutuhan manusia lahir batin yang tiada batasnya akan berlangsung terus-menerus secara kontinyu. Dan ketertiban, kesejahteraan manusia, maka di dalam masyarakat ada nilai-nilai, norma-norma.

Asas pandangan bahwa manusia sebagai mahluk susila bersumber pada kepercayaan bahwa budi nurani manusia secara apriori adalah sadar nilai dan mengabdi norma-norma. Pendirian ini sesuai pula bila kita lihat pada analisis ilmu jiwa dalam tentang struktur jiwa (das Ich dan das Uber Ich). Struktur jiwa yang disebut das Uber Ich yang sadar nilai-nilai esensi manusia sebagai mahluk susila. Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan realitas sosial sebab justru adanya nilai-nilai. Efektifitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai, hanyalah dalam kehidupan sosial.

Tiap-tiap hubungan sosial mengandung moral. Atau dengan kata lain “Tiada hubungan sosial tanpa hubungan susila, dan tiada hubungan susila tanpa hubungan sosial”. Hubungan sosial harus dimaknai dalam makna luas dan hakiki. Yakni hubungan sosial horizontal ialah hubungan sesama antar manusia. Dan hubungan sosial-vertikal yaitu hubungan pribadi dengan Tuhan. Hubungan sosial vertikal bersifat transendental sering disebut hubungan rohaniah pribadi. Akan tetapi antara hubungan sosial tersebut sama-sama riil di dalam kehidupan manusia, keduanya pasti dialami semua manusia.

Hubungan sosial vertikal sering disebut hubungan religius yang dianggap hubungan pribadi dan bersifat perseorangan dan bukan masalah sosial. Hubungan sosial horisontal ialah hubungan sosial dalam arti biasa. Semua nilai-nilai itu, atau prinsip pembinaan kesadaran asas normatif itu menjadi kewajiban utama pendidikan. Asas kesadaran nilai, asas moralitas adalah dasar fundamental yang membedakan hidup manusia dari hidup mahluk-mahluk alamiah yang lain.

Rasio dan budi nurani menjadi dasar adanya kesadaran moral. Dan bila moralitas ditafsirkan meliputi nilai-nilai religius, maka rasio budi nurani akan dilengkapi pula dengan kesadaran-kesadaran supernatural yang super rasional. Esensi tersebut di atas dikatakan sebagai satu kesatuan integritas adalah kodrat hakekat manusia secara potensial. Artinya oleh kondisi-kondisi lingkungan hidup manusia, potensi-potensi tersebut dapat berkembang menjadi realita (aktualisasi) atau sebaliknya tidak terlaksana. Inilah sebabnya ada kriteria di dalam masyrakat antara pribadi yang baik, yang ideal, dengan pribadi yang di anggap buruk atau asusila, dengan tingkah laku yang kurang dikehendaki.

Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila. Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau. Hukum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.

Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan sosial yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia. Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah sosial ini amat penting dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat.

Sebenarnya aspek susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan sosial. Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah sosial serta pelaksanaannya dalam tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas norma, nilai, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.

Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok, yaitu:

  1. untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah sosial yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya itu dengan demikian, selanjutnya dia tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru. Karena setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh anggotannya.
  2. untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaidah-kaidah sosial yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan ini kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma, nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.

F. Kesimpulan

Nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.

Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya.

Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.

Dilihat dari uraian diatas bahwa pada dasarnya nilai, norma dan moral saling berhubungan. Dimana seorang manusia dalam bersosialisasi didalam kehidupan masyarakat bertindak atau berperilaku sesuai dengan nilai, norma yang ada dan yang berlaku di masyarakat maka perilaku manusia tersebut sudah di anggap bermoral.

Referensi

  • Buddy. (2010). Hakikat Nilai dan Moral serta Sosialisasinya dalam kehidupan masyarakat. Tersedia: http://buddybubhu.blogspot.com/2010/09/hakikat-nilai-dan-moral-serta.html. [2 Maret 2011].
  • Effendi, Ridwan. (2007). Panduan kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial, Budaya, dan Teknologi. Bandung: CV. Maulana Media Grafika.
  • Fikri. (2010). Pengertian nilai sosial dan norma sosial. Tersedia : http://www.karyafikri.tk/2010/08/pengertian-nilai-sosial-dan-norma.html. [5Maret 2011].
  • Sjarkawi. (2006). Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Sudirjo, E., Istianti T., dan Abidin, Y. (2010). Implementasi PAKEM di Sekolah Dasar dan PAUD. Bandung: Rizqi Press.
  • Sumarsono, S. Dkk. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
  • Elly M. Setiadi, dkk (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media

3 thoughts on “HAKEKAT NILAI DAN MORAL SERTA SOSIALISASINYA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Tinggalkan komentar